Sebanyak 22 perusahaan sepatu di Jawa Timur menerima penangguhan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dari Pemerintah Provinsi Jatim dengan besaran Rp 2,2 juta per bulan atau melebihi pengajuan produsen sepatu Rp 2,1 juta/bulan.
Ali Masud Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, di Surabaya, Selasa (03/02/2015), mengatakan puluhan perusahaan sepatu itu mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK selama 12 bulan atau selama tahun 2015, tetapi hanya 19 perusahaan yang memperoleh penangguhan 12 bulan.
“Lalu, sebanyak tiga perusahaan lainnya masing-masing memperoleh penangguhan 11 bulan, enam bulan, dan tiga bulan,” katanya di Sekretariat Aprisindo Jatim.
Menurut dia, industri sepatu itu berlokasi di ring I, misalnya di Kota Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik dengan besaran UMK 2015 ditetapkan Rp 2,7 juta/bulan sesuai peraturan Gubernur Jawa Timur.
“Kalangan produsen sepatu di ring I tidak mampu menerapkan UMK sebesar itu karena tergolong industri padat karya,” katanya.
Oleh sebab itu, jelas dia, mereka mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK agar tetap mampu memenuhi kontrak tahun lalu yang telah ditandatangani dengan pembeli dari sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat.
“Ada 22 perusahaan sepatu anggota kami yang mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK kepada Pemprov Jatim dengan besaran Rp 2,1 juta/bulan. Tapi Pemprov Jatim mewajibkan pembayaran UMK Rp 2,2 juta/bulan,” katanya.
Kini, anggota Aprisindo Jatim ada sebanyak 60 perusahaan sepatu yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Jatim. Dari jumlah itu pada umumnya berorientasi ekspor.
“Di sisi lain, sebagian besar perusahaan sepatu di Jatim enggan mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK meskipun tidak mampu menerapkan ketentuan UMK yang ditetapkan Pemprov Jatim tahun ini,” katanya.
Alasannya, kata dia, dikarenakan perusahaan itu sudah menerapkan upah secara bipartit yakni sesuai kesepakatan antara pihak perusahaan dan pihak pekerja. Bahkan, besaran yang dibayarkan di bawah UMK tahun 2015.
“Tidak masalah, kedua pihak toh telah sepakat,” katanya.
Selain itu, persyaratan pengajuan penangguhan UMK cukup rumit. Misalnya, harus ada kesepakatan bipartit (pengusaha dan pekerja), harus melampirkan laporan keuangan yang diaudit akuntan publik, dan ada paparan tentang riwayat perusahaan. [ANT|ICA]