Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tiba-tiba menghampiri Popong Otje Djunjunan pimpinan sidang sementara dalam sidang paripurna di Gedung DPR RI, Rabu (01/10/2014) malam. Pria itu langung berbicara dekat telinga Popong untuk menyampaikan protesnya.
Pria itu mengaku mikrofonnya tidak menyala sehingga terpaksa menghampiri Popong di meja sidang. Sementara itu, Popong mengatakan bahwa mikrofonnya tidak bermasalah dan meminta pria itu untuk duduk kembali. “Punten atuh. Kalau saya (ngomong) kedengeran, kan?” kata Popong.
Namun pria itu terus berbicara dengan Popong tanpa terdengar seluruh anggota DPR yang hadir. Tak lama, ia mencium pipi kiri dan kanan Popong dan kembali ke tempat duduknya. Pria itu pun sontak disoraki beberapa anggota DPR. “Saya ingin mengingatkan dalam tata tertib. Anggota tidak diperkenankan naik, walaupun sambil nyium ceu Popong,” imbuh Popong.
Sidang paripurna dengan agenda memilih pimpinan DPR RI kemudian kembali dilanjutkan. Peristiwa ini tak hanya berlangsung satu kali. Meski sudah diperingati, pria itu kembali naik menghampiri Popong. Kali ini pria itu berbicara sambil memijat-mijat pundak Popong. Pria bertubuh gempal dengan jas hitam itu diminta turun untuk kembali duduk ke kursi anggota dewan.
Sidang paripurna berlangsung ricuh dan diwarnai interupsi. Tak lama sesudah skors dicabut, sejumlah anggota DPR, sebagian besar dari Fraksi PDI Perjuangan, langsung maju mendekati meja pimpinan sidang.
Koalisi Jokowi-JK keberatan dengan sidang yang dilaksanakan malam ini. Mereka ingin sidang dilaksanakan besok, namun tidak didukung koalisi merah putih dan Demokrat dalam rapat antar fraksi yang berlangsung tertutup.
Perlu diketahui, dalam tata tertib DPR, calon ketua dan wakil ketua diusulkan fraksi dalam satu paket calon pimpinan yang terdiri atas satu orang calon ketua dan empat orang calon wakil ketua dari fraksi yang berbeda. Usulan itu lalu ditetapkan sebagai paket calon dalam rapat paripurna DPR. Paket itu nantinya akan dipilih secara musyawarah untuk mufakat.
Kalau tidak tercapai musyawarah mufakat, paket akan dipilih dengan pemungutan suara. Setiap anggota memilih satu paket calon. Paket calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua dan wakil ketua terpilih dalam rapat paripurna DPR. Artinya, koalisi Jokowi-JK yang hanya terdiri dari empat partai terancam tak bisa mengajukan paket. [EVI]