Gerakan Bank Ikan (Gerbankan) merupakan penetapan suatu kawasan di Kali Surabaya, sebagai tempat berkembangbiaknya ikan yang tidak boleh diganggu atau dirusak. Gerakan ini merupakan satu diantara rekomendasi Rapat Koordinasi dan Workshop Suaka Ikan Kali Surabaya, Selasa (30/06/2015), di Surabaya.
Prigi Arisandi Direktur Eksekutif Ecoton mengatakan, penetapan kawasan lindung atau zona inti pada kawasan sungai sangatlah penting. Tujuannya, agar sungai tetap bersih dan nyaman bagi perkembangbiakan ikan.
Melalui Gerakan Bank Ikan, setiap orang diajak untuk diet polusi atau menekan diri untuk tidak melakukan kegiatan destruktif di Kali Surabaya, yang mengakibatkan ikan mati dan lingkungan rusak. “Masyarakat diajak mengolah sampahnya sendiri, tidak membangun rumah di bantaran sungai, dan tidak memangkap ikan pakai stroom atau potasium. Minimal, 100 meter kawasan sungai dibiarkan untuk rumah yang nyaman bagi perkembangbiakan ikan,” katanya.
Menurut Prigi, sungai sudah terlalu berat menerima beban pencemaran. Upaya mengurangi pencemaran dapat dilakukan dengan mengurangi industri yang membuang limbah ke sungai, atau moratorium industri di sekitar sungai. Bank Ikan ini arahnya untuk mengurangi beban itu.”
Sementara Akhmad Dariyono Kepala Desa Kedunganyar, Kecamatan Wringinanom, Kebupaten Gresik mengatakan Gerakan Bank Ikan merupakan bagian dari suaka ikan yang sangat penting. Terutama, untuk menjaga kelangsungan semua makhluk yang bergantung pada sungai.
“Kali adalah aset yang harus dijaga, bukan tempat akhir pembuangan sampah. Mengenai bangunan di bantaran sungai, kami masih menunggu payung hukum berupa peraturan daerah atau undang-undang sebelum kami menyusun peraturan desa,” ucap Akhmad.
Disisi lain, Lilia Widajatiningrum Kepala Seksi Kesehatan Ikan Budidaya dan Lingkungan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, menuturkan domestikasi merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi ikan yang hampir punah di Kali Surabaya.
Dari tiga jenis ikan asli di kali Surabaya yang didomestikasi, hanya bader merah yang berhasil dikembangbiakkan sampai belasan ribu. Bahkan, sebagian digunakan untuk restocking atau dikembalikan ke habitatnya. ”Peningkatan kualitas sungai diyakini dapat memberi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat, selain sebagai daya dukung positif terhadap lingkungan.”
Payung Hukum
Agatha Retnosari Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur mengatakan, payung hukum yang menaungi sangat diperlukan untuk menjaga gerakan penyelamatan sungai tetap berjalan sesuai harapan.
Menurut Agatha, Aturan yang ada selama ini dinilai banyak yang tumpang tindih, sehingga menimbulkan kebingungan maupun pemahaman yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Agatha menilai perlu peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur manajemen sungai terintegrasi.
Payung hukum yang disebut Agatha sebagai Integrated Water Resources Management (IWRM) ini akan memastikan terintegrasinya penanganan sungai di Jawa Timur, yang selama ini penanganannya lintas kabupatan/kota maupun provinsi.
“Pengelolaan sungai selama ini belum terintegrasi sehingga saling lempar tanggungjawab, kita lihat contohnya pada banjir Bengawan Solo, semua daerah saling menyalahkan. IWRM ini akan memastikan siapa yang bertanggung jawab menangani apa dan apa yang mesti dilakukan,” lanjut perempuan asal Surabaya ini. [DIK]