Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menggagalkan 4 (empat) kontainer impor tekstil illegal dan 80 (delapan) puluh container ekspor mineral dan batubara (minerba) illegal, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 73 miliar lebih.
Bambang P.S. Brodjonegoro Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan, penggagalan impor tekstil ilegal itu merupakan hasil pengembangan dari kasus serupa yang terjadi bulan lalu.
Seperti diketahui, 2 Oktober 2015 lalu, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC) Tanjung Priok dan Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat bekerja sama dengan polisi berhasil menggagalkan impor tekstil ilegal dari Tiongkok yang merugikan negara senilai Rp 2,3 miliar.
“Impor ilegal tekstil dan produk tekstil sebanyak empat kontainer ukuran 40 feet dari China (Tiongkok) ini merupakan follow up dari (kasus) yang sebelumnya, yang dulu ditinjau langsung oleh Bapak Presiden,” kata Menkeu dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (09/11/2015).
Impor tekstil illegal itu dilakukan PT KYIH, perusahaan pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yang disinyalir melakukan pelanggaran kepabeanan berupa pembongkaran barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain di tempat tujuan yang ditentukan dan atau diizinkan.
Selain itu, PT KYIH juga melakukan pelanggaran berupa penyampaian pemberitahuan pabean dan atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan.
“Potensi kerugian negara yang dari tindakan impor ini sebesar Rp 3,3 miliar, terutama dari bea masuk yang tidak dibayarkan,” ungkap Menkeu.
Ekspor Ilegal Minerba
Sementara itu dalam kasus ekspor 80 kontainer minerba illegal, Bambang Brodjonegoro Menteri Keuangan mengatakan, minerba yang akan diekspor itu terdiri atas berbagai jenis yaitu bijih besi, terak timah (tin slag), biji cinnabar (mercury), konsentrat seng, batu mulia, feldspar, zinc powder, pasir zirconium, seng paduan dalam bentuk ingot, bijih chromite, bijih tembaga, dan bijih logam tanah jarang (ceirum).
“Minerba ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya Maluku, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas Menkeu.
Rencananya minerba itu akan diekspor ke berbagai negara, diantaranya Belanda, Taiwan, Korea, Hongkong, India, Singapura dan Thailand.
Ekspor minerba illegal minerba itu, menurut Menkeu, dilakukan 21 perusahaan yang berbentuk PT maupun CV.
Adapun modus yang digunakan dengan memberitahukan jumlah dan jenis barang yang tidak sesuai dengan pemberitahuan pabean, serta menyampaikan dokumen pemberitahuan pabean palsu.
Selain itu, petugas bea dan cukai menduga, komoditas mineral jenis bijih cinnabar merupakan hasil penambangan ilegal, karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum pernah mengeluarkan izin atas penambangan komoditas itu.
“Potensi kerugian negara yang timbul akibat upaya ekspor minerba ilegal ini mencapai lebih dari Rp 73 miliar. Selain itu, hal ini juga menimbulkan kerugian immateril berupa kerusakan sumber daya alam serta pencemaran lingkungan hidup akibat kegiatan penambangan illegal,” jelas Menkeu.
Ditambahkan Bambang, ekspor minerba ilegal itu mengganggu proses hilirisasi minerba yang sedang digalakkan pemerintah. [HIM]