Beton yang dibuat dari semen dengan proses hidrasi lebih mudah retak dan rentan korosi air laut dibanding dengan beton geopolimer yang terbuat dari abu terbang (fly ash).
Ini disampaikan Muhammad Sigit yang akan dikukuhkan sebagai satu diantara guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam bidang ilmu struktur beton.
Dosen Jurusan Diploma Teknik Sipil ITS ini juga sedang disibukkan dengan penelitian mengenai masalah struktur beton bertulang di air laut. Dia menawarkan beton geopolimer sebagai solusi mengatasi masalah korosi beton di air laut.
“Beton yang dibuat dari semen dengan proses hidrasi lebih mudah retak sehingga mengakibatkan zat penyebab korosi lebih cepat masuk. Sedangkan beton geopolimer dibuat dengan proses polimerisasi menggunakan abu terbang (fly ash), yakni limbah industri pembangkit listrik,” jelas Sigit, Jumat (02/09/2016).
Dikatakan Sigit, abu terbang ini banyak dihasilkan industri pembangkit listrik, sayangnya abu terbang ini, masih dikategorikan sebagai limbah di Indonesia.
“Sekarang ini, abu terbang masih dikategorikan sebagai limbah. Untuk saya sedang berusaha untuk mengusulkan kepada pemerintah agar menghapus peraturan tersebut,” tutur Sigit.
Selain itu, Sigit juga sedang mengembangkan penelitian untuk mengatasi kendala waktu pengikatan abu terbang yang sebentar.
“Tak heran, saat ini penelitian hanya bisa dilakukan dalam skala laboratorium dan belum bisa dibuat massal,” pungkas Sigit. [HIM]