Sesudah menghajar Tosan, gerombolan ini mengalihkan tujuannya menuju rumah Salim.
Waktu itu Salim sedang menggendong cucunya yang baru berusia 5 tahun, mengetahui ada yang datang berbondong dan menunjukkan gelagat tidak baik Salim membawa cucunya masuk.
Gerombolan itu langsung menangkap Salim dan mengikat dia dengan tali yang sudah disiapkan.
Mereka kemudian menyeret Salim dan membawanya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak 2 kilometer dari rumahnya.
Sepanjang perjalanan menuju Balai Desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata-senjata yang mereka bawa disaksikan warga yang ketakutan dengan aksi ini.
Di Balai Desa, tanpa mengindahkan bahwa masih ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), gerombolan ini menyeret Salim masuk dan terus menghajarnya.
Gerombolan ini sudah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk menyetrum Salim berkali-kali.
Tak berhenti sampai disitu mereka juga membawa gergaji dan dipakai untuk menggorok leher Salim.
Namun ajaibnya hampir semua siksaan dengan benda tajam yang ditujukan ke tubuh Salim seolah tidak mempan.
Melihat kenyataan bahwa Salim tidak bisa dilukai dengan benda tajam dan keadaan Balai Desa yang masih ramai, gerombolan itu kemudian membawa Salim yang masih dalam keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi.
Di tempat ini mereka kemudian mencoba lagi menyerang salim dengan berbagai senjata yang mereka bawa.
Baru sesudah gerombolan ini memakai batu untuk memukul, Salim ambruk ke tanah.
Mendapati itu, mereka kemudian memukulkan batu berkali-kali ke kepala Salim. Di tempat inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu berserakan disekitarnya.
Kekerasan yang terjadi di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang ini semakin menegaskan kalau perlindungan terhadap warga yang berjuang mempertahankan lingkungan dan ruang hidupnya belum terjamin di negeri ini. [HIM]