Jaringan Pemuda Surabaya (JAPAS) menilai sidak Komisi A DPRD Surabaya ke Panti Pijat Plus-Plus Shymponi hanya palsu-palsu.
Lontaran ini dikatakan MH Sholeh Ketua Umum JAPAS sesudah melihat langsung kondisi Panti Pijat Plus-Plus Shymponi, di Jalan Tunjungan Surabaya, yang tetap beroperasi seperti biasa, Kamis (13/02/2020).
“Kalau dewan serius menyikapi laporan masyarakat dan temuan di lapangan, maka dewan bisa langsung mengajak Satpol PP Pemkot Surabaya untuk menutup operasional Shymponi yang jelas-jelas melanggar perda dan pidana,” tegas Sholeh.
Menurut Sholeh, sesudah dirinya dan tim JAPAS melakukan pantauan di lokasi, selama dua hari sesudah disidak Komisi A DPRD Surabaya, Shymponi tetap buka seperti biasa, bahkan tidak ada efek jera yang disanksikan pada pemilik dan pengelola Panti Pijat Plus-Plus Shymponi.
“Buat apa ada sidak, kalau hasil akhirnya main-main, buktinya sampai sekarang, Shymponi tetap buka bahkan tetap menerima pelanggan untuk merasakan layanan pijat plus-plus yang disiapkan para wanita di dalam tempat haram itu,” papar Sholeh.
Sebagai organisasi kepemudaan di Surabaya, JAPAS menyesalkan lemahnya penegakan perda yang dilakukan Pemkot Surabaya pada panti pijat yang sudah puluhan tahun beroperasi di tengah kota Surabaya.
“Kenapa baru sekarang diubek-ubek, dari tahun 2000-an, lokasi panti pijat plus-plus itu sudah ada dan beroperasi terang-terangan siang dan malam, kemana para pejabat negara yang dibayar rakyat lewat pajak, apa saja kerjanya kok sampai baru tahu sekarang ada pelanggaran, khan ini lucu,” terang Sholeh.
Lokasi seperti Shymponi itu, kata Sholeh, tidak layak dipertontonkan pada generasi bangsa. “Apa kami generasi muda ini harus ikut-ikutan rusak dengan terus disuguhi aksi-aksi asusila di Kota Pahlawan tercinta ini,” tanyanya.
Sholeh menegaskan, kalau dalam seminggu ini, Shymponi tidak segera ditutup dan dihentikan operasionalnya, Jaringan Pemuda Surabaya (JAPAS) akan menggelar aksi besar-besaran dengan menggalang kekuatan generasi muda di Surabaya dan para aktivis yang punya kepedulian dengan kondisi Surabaya sebagai Kota Pahlawan dan barometer nasional dalam pembangunan. “Jangan sampai nama baik dan citra Surabaya yang sudah baik ini, dirusak hanya karena pelacuran. Kalau Dolly bisa ditutup Walikota Surabaya, kenapa Shymponi yang sekecil itu, tidak ada yang berani menutup,” pungkas Sholeh. [HAR]