Komunitas Masyarakat Sadar Teknologi Informasi (KAMASATI) Indonesia mengecam keras pendirian tower operator selular di Kawasan Jumputrejo, Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
Teguh Ardi Srianto Koordinator KAMASATI Indonesia mengatakan, harusnya sebelum tower berdiri, harus ada kajian yang jelas dan tegas dari dampak yang akan ditimbulkan dari pendirian tower Base Transceiver Station (BTS).
Menurut Teguh, kasus atau konflik pendirian BTS tidak hanya sekali terjadi di Indonesia, sesudah maraknya penggunaan telepon selular. “Khusus kasus di Jumputrejo, Sidoarjo, harusnya vendor pembangun dan operator selular yang melakukan kontrak kerja melakukan sosialisasi lebih dulu ke warga sekitar secara terbuka,” kata Teguh.
Dari pantauan dan informasi yang dihimpun Tim KAMASATI Indonesia, pihak operator selular dan vendor pembangun tower BTS melakukan sosialisasinya tertutup dan tidak terbuka pada semua warga, sehingga warga ada yang terpaksa menerima kompensasi yang tidak sepadan dengan dampak dari pendirian BTS.
Untuk itu, kata Teguh, KAMASATI Indonesia mendesak Pemkab Sidoarjo segera menyegel dan membongkar tower yang ada di Kawasan Jumputrejo, karena meresahkan warga sekitar.
“Selain itu, keberadaan tower itu sangat tidak memberikan keuntungan untuk warga, tapi justru mengancam kesehatan warga secara permanen dalam jangka waktu panjang,” ujar Teguh yang juga praktisi dunia penyiaran di Surabaya.
Teguh mengatakan, kalau desakan KAMASATI Indonesia ini tidak segera direspon pemilik tower, pembangun tower dan Pemkab Sidoarjo, maka dapat disimpulkan ada yang tidak beres dalam proses pembangunan tower BTS itu. “Indikasi korupsi dan penyimpangan proses perizinan pendirian tower sudah sangat jelas terlihat, kalau Pemkab Sidoarjo tidak segera menyegel dan mematikan BTS yang bermasalah di Jumputrejo,” tegas Teguh.
Dijelaskan Teguh, dari beberapa penelitian soal dampak keberadaan BTS untuk manusia sangat berpengaruh buruk. “Ini dibuktikan dengan radiasi gelombang magnetik yang muncul dari pemancar sinyal seluler akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh,” terang Teguh.
Efek lain dari keberadaan BTS untuk manusia kata Teguh, adanya penurunan kondisi, akibat dari paparan radiasi tower sinyal seluler, hal ini bisa berimbas pada menurunnya fungsi otak, khususnya dalam berpikir dan mengingat, serta meningkatnya resiko terkena Alzheimer.
“Dampak dan resiko lain dari keberadaan BTS, masih banyak jenis dan waktu paparannya akan sangat panjang, mengingat keberadaan BTS di Jumputrejo, Sukodono, tidak hanya sehari tapi bertahun-tahun,” pungkas Teguh. [ZAL]