Perusahaan pengembang PT Prioritas Land Indonesia (PLI) menyatakan rencana kenaikan harga BBM memicu lonjakan inflasi sehingga merupakan momen yang tepat untuk berinvestasi di sektor properti.
“Normalnya kenaikan rata-rata properti tesebut per tahun hanya 5 persen sampai 10 persen, sebab adanya penambahan fasilitas pada rumah atau apartemen yang dijual. Namun dengan adanya kenaikan inflasi akibat lonjakan harga BBM, kenaikan harga rata-rata properti cukup besar,” kata Victor Irawan Komisaris PLI dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Senin (06/10/2014) malam.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah sebaiknya mengambil kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan secara bertahap supaya tidak terlalu membebani warga.
Ia berpendapat, waktu yang tepat untuk berinvestasi di sektor properti adalah saat menjelang terjadinya kenaikan harga BBM yang diprediksi akan dilakukan pada November tahun 2014 ini atau sesudah berjalannya kabinet baru.
“Sebetulnya, kita bisa berinvestasi di sektor apa saja, namun melihat fenomena belakangan ini, investasi yang paling aman adalah sektor properti,” katanya.
Hal itu, ujar Victor, antara lain karena harga properti tidak pernah turun dan risikonya cenderung kecil.
Sebelumnya, Ali Tranghanda Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) meminta Pemerintah mesti membantu rakyat seperti kelas menengah perkotaan guna jangan “terjebak” dengan minimnya opsi pembelian properti untuk tempat tinggal.
“Saat ini kaum menengah dalam posisi terjebak dengan ketersediaan hunian yang ada,” kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/09/2014).
Ali mencontohkan, seseorang dengan penghasilan sekitar Rp 7,5 juta per bulan hanya memiliki daya cicil (bila mengambil KPR) sekitar Rp 2,5 juta per bulan.
Dengan daya cicil itu, ujar dia, artinya mereka hanya dapat memiliki rumah sekitar Rp 300 juta namun rumah itu tersedia dengan jarak yang dinilai relatif jauh dari kota.
“Jebakan yang terjadi ketika mereka memaksakan membeli rumah tersebut, karena masih berpikir ingin mempunyai rumah dengan tanah, ternyata mereka harus menambah biaya transportasi ke tempat kerja,” katanya.
Dia menegaskan, jebakan itu terealisasi karena masalah waktu tempuh yang diakibatkan kemacetan antara lokasi rumah-tempat kerja mengakibatkan mereka terpaksa meninggalkan rumah tersebut dan lebih memilih untuk sewa atau kos-kosan di Jakarta.
Untuk itu, Direktur Eksekutif IPW menegaskan pemerintah harus segera turun tangga untuk membangun pasokan hunian vertikal di perkotaan untuk segmen menengah.
“Karenanya pemerintah harus segera membuat terobosan bagi ketersediaan hunian karyawan menengah ini,” tegasnya. [HAR]