Meski diprotes warga, tower Base Transceiver Station (BTS) bermasalah, milik operator selular terbesar, masih berdiri, di Desa Jumputrejo, Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
Sebelumnya Tim Inti Warta mengklarifikasi pada pemilik tower BTS, ternyata tower itu milik Mitratel anak perusahaan dari Telkom Group yaitu PT. Daya Mitra Telekomunikasi.
Waktu dikonfrimasi, Mitratel mengatakan, “Kemarin pihak dari yang mewakili perangkat desa juga barusan kesini dan membicarakan hal itu. Kami akan tetap mencoba menyelesaikan masalah ini lewat vendor rekanan kami yang membangun tower itu yaitu PT. IDE Sehati”.
Ditanya soal izin pembangunannya, Mitratel mengaku kalau pembangunan dan proses izinnya dijalankan secara paralel, yang artinya dilaksanakan secara bersamaan.
Tentang protes warga dengan keberadaan tower BTS dan konflik masih belum terselesaikan sampai sekarang meski kondisi tower BTS sudah aktif, pihak Mitratel mengatakan, “Yang penting pemilik lahan sudah beres mengenai kontrak kerja dan ada kesepakatan terhadap adanya pendirian tower BTS itu, terlepas kondisi tower BTS sudah aktif itu semua demi kepentingan orang yang lebih banyak khususnya para pengguna komunikasi seluler.”
Mitratel juga mengakui, kalau sampai sekarang masih belum menerima Berita Acara penyelesaian dari pembangunan tower BTS itu dan mengarahkan Tim Inti Warta untuk menemui vendor rekanan pengerjaan, karena semua tanggungjawab pembangunan, izin serta kompensasi warga, sepenuhnya ada pada PT. IDE Sehati.
Sementara waktu dikonfirmasi, PT. IDE Sehati, belum ada respon sampai sekarang dan terkesan menghindar untuk memberikan keterangan informasi lebih lanjut, tentang konflik tower BTS di Desa Jumputrejo, Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
Menurut pengakuan satu diantara warga yang terdampak, dalam jangkauan tower BTS, awalnya memang tidak pernah ada sosialisasi.
Warga hanya ditemui secara door to door dari satu diantara perwakilan vendor tower bersama perangkat setempat dan mengatakan di lingkungan mereka akan dibangun tower BTS, lalu disuruh tanda tangan dan diberikan kompensasi 500 ribu rupiah.
“Jadi warga yang tidak tahu-menahu resiko dari dampak tower BTS itu, senang-senang saja disuruh tanda tangan dan mendapatkan uang 500 ribu, namun apakah mereka tahu dampak resikonya?” ujar warga yang tidak setuju adanya tower itu.
Informasi terbaru dari beberapa warga lain, mulai Senin (23/12/2019), kondisi lampu tower halangan penerbangan (Aviation Obstruction Light) di BTS dalam posisi mati atau di non-aktifkan. “Ini untuk mengelabui warga, agar seolah-olah BTS itu tidak aktif,” celetuknya.
Berdasar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No:02/PER/M.KOMINFO/3/2008 pasal 7 ayat 2 tentang sarana pendukung dalam membuat menara adalah pentanahan, penangkal petir, catu daya, lampu halangan penerbangan (Aviation Obstruction Light), dan marka halangan penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
Dengan kondisi yang ada, jelas pembangunan tower BTS milik operator selular terbesar itu diduga melanggar aturan. [ZAL]