Lembaga Kajian Kemandirian Pangan (LKKP) dukung kebijakan Joko Widodo Presiden melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) minyak goreng.
Heri Purwanto Direktur Lembaga Kajian Kemandirian Pangan (LKKP) mengatakan ini, menyikapi larangan ekspor CPO yang diterapkan pemerintah.
Menurut Heri, dengan adanya kebijakan pelarangan ekspor CPO itu, harusnya ada kompensasi, diantaranya insentif dalam perdagangan internasional.
“Kami mendukung senjata internasional ini untuk meraih insentif dalam perdagangan internasional, misalnya menempatkan Rupiah sebagai alat tukar resmi dalam perdagangan ekspor CPO dari negeri kita,” kata Heri Purwanto, Rabu (27/04/2022).
Heri mengatakan, Indonesia merupakan negara terbesar penghasil lebih dari 50 persen produksi sawit dunia. “Untuk itu, Indonesia seharusnya ikut menentukan nilai tukar itu dengan merupiahkan transaksi,” paparnya.
Dijelaskan Heri, harga minyak sawit sekarang, turunannya ditentukan dua lembaga, diantaranya Bursa Malaysia Derivatives yang menentukan harga dan menentukan alat tukarnya Ringgit Malaysia dan ada lembaga bursa komoditas.
Kata Heri, Lembaga Kajian Kemandirian Pangan (LKKP) mengusulkan, yang mengelola Domestic Market Obligation (DMO), Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Ini sesuai, karena persoalan DMO sawit untuk bahan pangan rakyat dalam esensinya merupakan mandat UU Pangan No. 18/2012, dengan demikian lembaga yang terlegitimasi untuk menangani hal ini Bapanas,” terang Heri.
Selain itu, Heri menerangkan, banyak kebijakan bahan pangan yang memerlukan kerja pemikiran serupa, diantaranya komoditas beras, gula, kedelai, jagung, garam, dan daging sapi.
“Keberadaan Bulog yang berada dalam koordinasi penuh dengan Bapanas harus direvitalisasi,” tegasnya.
Kata Heri, Bulog sebagai penyangga harga bagi produk bahan pangan tertentu, yang bergerak membeli produk petani kalau harga panen jatuh.
Heri mengatakan, Bulog menjalankan operasi pasar dan jadi dewa penolong masyarakat konsumen, kalau pasokan minus dan atau harga pangan melewati ambang batas yang ditentukan pemerintah.
“Sedangkan, Bapanas yang menentukan harga minimal dan maksimal produk pangan,” pungkasnya. [TAS]