Berbagai produk investasi yang beredar di Indonesia saat ini masih banyak didominasi oleh Manager Investasi berbasis perusahaan investasi asing. Memang pada dasarnya, bisnis investasi adalah bisnis kepercayaan yang mutlak menuntut si pemilik dana bukan hanya menanamkan uang tetapi juga kepercayaan.
Para Manager Investasi setiap hari berlomba memberi ulasan, hasil riset pasar entah pasar perdagangan saham atau pasar komoditas yang diperdagangkan dilantai bursa hingga pembahasan “melip” tentang fundamental ekonomi di Indonesia yang bergandengan erat dengan situasi politik. Semuanya mengarah pada satu titik kulminasi umum yakni maksimalitas profit.
Tingginya tingkat pengembalian bagi investor, adalah equivalent dengan kinerja para manager investasi. Gambaran umum ini menjadi satu satunya tolak ukur bagi para investor kelas Indonesia yang menginginkan return of invesment seperti jargon “lebih cepat lebih baik”.
Mereka lupa mengukur kadar resiko terjadinya sebuah bencana besar macam krisis subprime di US atau kredit macet hipotek yang memporak porandakan dunia investasi sejak akhir 2006 lalu.
Bagaimana umat muslim Indonesia melihatnya? Sebagai negara dengan jumlah warga muslim terbesar, Indonesia berpotensi membangun pola berinvestasi yang tepat bagi kebutuhan umat muslim. Investor muslim kini memiliki pilihan makin banyak dengan makin luasnya pengetahuan tentang cara berinvestasi yang baik.
Pengertian dan falsafah investasi baik menurut investor sejati sekelas Warren Buffet adalah investasi berjangka panjang dan bukan spekulan yang menangguk untung dalam jangka waktu singkat namun segera mematikan langkah karena bencana resiko yang tidak pernah diprediksi sebelumnya.
Berbagai komunitas muslim saat ini diantaranya memiliki lembaga ekonomi ummat yang fungsinya hampir mirip dengan koperasi, dimana sistem tanggung renteng diyakini telah terbukti efektif menangkal resiko kredit macet perorangan.
Namun, pergerakannya dalam 10 tahun terakhir minim dan bisa dikatakan stagnan mengingat kembali kepada gaya lama yang “mengeksklusifkan” lembaganya dari unsur yang dianggap tidak cocok dengan komunitas muslim yang lain.
Jika melihat passion umat muslim dalam rangka peningkatan ekonomi skala besar, bisa dikatakan sangat tinggi. Terlihat dari bermunculannya bank syariah hingga lembaga perkreditan berbasis syariah.
Namun dirasa belum cukup menampung potensi ekonomi umat muslim yang sedemikian besar di masyarakat. Perlu kiranya membuat semacam reseach yang menampung keinginan, kebutuhan dan semangat berinvestasi dari umat muslim ini.
Jangan lupa, potensi ekonomi umat muslim di Indonesia makin besar dengan adanya kelompok-kelompok usaha besar seperti property yg dikuasai muslim. Ini harus menjadi semacam trigger kebangkitan ekonomi umat muslim, yang tidak hanya menjadi penonton, pemain second line atau bahkan pengekor bisnis investasi di pasar modal.
Sebagian dari kita mungkin sedikit tau apa yang dinamakan dengan the Bilderberg Group. Ini adalah organisasi paling berpengaruh dan keberadaannya dirahasiakan, dimana orang-orang didalamnya telah mengendalikan dunia saat ini.
Tak kurang dari Prof. John McMurtry dari Universitas Guelph di Canada menyebutkan dalam pidatonya di sebuah forum, bahwa struktur permainan dunia telah dibentuk oleh para pengambil keputusan dalam sistem keuangan dan media yang sama, saat menempatkan Tony Blair di Inggris dan George W. Bush di Gedung Putih dengan menentang mayoritas pemilih.
Perusahaan transnasional telah memasarkan dan menyokong keuangan para pemimpin politik itu dan memastikan bahwa negara tawanan akan lebih melayani mereka dibandingkan orang-orang pemerintahan yang terpilih, menjamin melalui negara yang berkuasa penuh dan maklumat perdagangan transnasional.
Sehingga pemerintah tidak lagi bisa memerintah mereka (orang-orang kaya di organisasi Bilderberg) dalam kepentingan yang sama tanpa menyalahi hukum perdagangan dan investasi yang baru, dimana hak-hak perusahaan-perusahaan transnasional dijamin.
Tidak hanya berhenti disitu saja, bahkan badan IMF dan Bank Dunia dimana adalah notabene sebagai pelaksana proposal mereka telah menyebabkan kesengsaraan massal dibanding dengan perang dunia ke II.
Dengan tak hendak bermaksud menghakimi para pemilik sistem keuangan itu sebagai salah satu organisasi pengendali dunia baik dibidang politik maupun yang lain, selayaknya sebagai pemilik organisasi muslim di Indonesia memandang kondisi ini bukan untuk melawan investor pengendali dunia, namun setidaknya mempelajari apa dan mengapa dunia ini hanya berada didalam genggaman segelintir orang itu.
Pengetahuan inipun juga menjadi sebuah investasi jangka panjang yang akan bisa merubah pola pikir, gaya hidup, prestisius dan semacamnya untuk bersama-sama menggenggam erat tangan kaum muslim menciptakan kondisi perekonomian yang berpihak pada rakyat, dengan berkeadilan sosial, kepentingan yang sama dan mencapai kualitas kehidupan.
Bukan untuk memperkuat ketegangan ekonomi dan bahkan membawa hasil yang jauh lebih pribadi bagi kaum elite dan korporat. Jika idealisme dikedepankan, pasti sebagian besar dari umat muslim tak akan sepakat memperbesar perbankan berbasis syariah, namun lebih memilih memperbesar investasi perekonomian umat dalam bentuk pemberdayaan serta edukasi soal pentingnya investasi yang berjangka panjang bagi tingginya kualitas hidup berkeadilan sosial.
Tak penting siapa pemilik sistem keuangan dunia ini, tapi lebih penting adalah siapa pemilik sistem ekonomi ummat dengan visi moralitas sebagai fundamental utama pembentuk kekayaan baik secara materi maupun spiritual. [IW]
Penulis : Peny Agustini
Konsultan Independen Dunia Investasi dan Pemberdayaan Ekonomi Skala Mikro