Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama (Menag) menegaskan kalau aturan tentang pendirian rumah ibadah tetap diperlukan. Kalau akan direvisi, maka itu untuk penyempurnaan, bukan peniadaan.
“Di tengah Indonesia yang religius dan majemuk, perlu aturan yang merupakan kesepakatan bersama tentang tatacara pendirian rumah ibadah. Sebab, jika tidak ada aturan, maka dikhawatirkan akan terjadi tindak anarkis karena tidak ada acuan kepala daerah atau pihak-pihak terkait mengenai izin rumah ibadah,” kata Menag di Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Seperti diketahui, aturan terkait pendirian rumah ibadah itu tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama Dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya disebut PBM).
Aturan yang ditetapkan pada Maret 2006 itu, lanjut Menag, merupakan hasil kesepakatan para tokoh agama melalui wakilnya yang ada di majelis agama, diantaranya dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Geraja Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi).
“Mereka sudah melakukan serangkaian pertemuan yang akhirnya mencapai titik kompromi yang kemudian tertuang dalam PBM. Sesungguhnya isi dari rumusan itu adalah kesepakatan bersama antar wakil majelis agama,” tegas Menag.
Soal revisi, Menag memastikan, Pemerintah akan menangkap aspirasi yang berkembang. Sebab, bagaimanapun juga peraturan dibuat untuk masyarakat sendiri demi menjaga ketertiban bersama. Karenanya, Pemerintah wajib mendengar aspirasi masyarakat.
“Revisi PBM rumah ibadah untuk menyempurnakan, bukan dalam rangka meniadakan,” tegas Menag. [DON]