Joko Widodo (Jokowi) Presiden minta pemuka agama NU dan Kyai-kyai NU menekankan dalam khotbah-khotbahnya maupun di masyarakat terhadap masalah terorisme, radikalisme, dan narkoba.
Permintaan ini disampaikan khusus oleh Presiden kepada Said Aqil Siradj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (05/02/2016) siang.
“Terus saya jawab, NU sejak dulu Pak, diminta atau tidak diminta, kyai-kyai itu yang disampaikan,” kata Said Aqil Siraj Ketua Umum PBNU kepada wartawan sesudah bertemu Presiden.
Menurut Said Aqil, untuk menghadapi paham-paham yang mengandung radikalisme, terorisme, dan narkoba itu, nantinya kyai-kyai NU akan menjadi narasumber pada media mainstream pemerintah seperti TVRI dan RRI.
“Kita, kyai-kyai ini juga diminta bicara di media mainstream pemerintah, apa itu TVRI, apa itu RRI, narasumbernya dari NU yang tidak diragukan lagi nasionalismenya,” kata Said.
Menanggapi banyaknya gerakan-gerakan yang mengajarkan paham-paham radikalisme ataupun Syiah dan Ahmadiyah, Ketua Umum PBNU mengatakan, hal itu bukan hal baru.
“Ini bukan barang baru, cuma dulu tidak ada adu fisik atau bakar-bakar. Baru-baru saja belakangan ini,” imbuhnya.
Said mengingatkan, apa yang terjadi di Timur Tengah tidak mustahil terjadi pada kita. Karena sudah jelas tanda-tandanya. “Ini isu sensitif sekali,” tegasnya.
Sesudah pertemuan itu, Jokowi Presiden secara langsung menugaskan Menko Polhukam dan Menteri Agama untuk mengatur peraturan tentang ajaran dan paham sesat dan radikalisme ini.
Menurutnya, kondisi sekarang sudah sangat darurat. “Dengan kondisi yang darurat ini maka penanganannya harus ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Lukman Hakim Saifudin Menteri Agama, menurut Ketua Umum PBNU, tidak ada pembahasan politik selain membahas mengenai konflik Syiah di Jawa Timur, Gafatar, ajaran radikal dan terorisme serta narkoba. [EVI]