Profesi tak menghalangi seseorang untuk menjalankan bisnis sampingan atau berwirausaha. Justru dengan jaringan yang terbangun saat menjalankan profesi, dapat mendukung usaha sampingan itu sendiri. Begitulah yang dirasakan Wahyu Darmawan.
Kesehariannya, Wahyu dikenal sebagai seorang jurnalis yang bekerja di satu diantara media cetak lokal ternama di Surabaya. Namun dalam beberapa bulan terakhir, pria kelahiran Madiun tersebut mendapat julukan baru, yakni, “Wahyu Juragan Kenal Punel”. Ini tidak lepas dari usaha sampingan yang dijalankan dengan menjual “Ketan Punel”.
“Ketan Punel” sendiri merupakan makanan khas Indonesia, khususnya Jawa, namun sekarang sudah agak sulit untuk ditemui. Terutama di kota besar seperti Surabaya. Proses pembuatannya pun cukup sederhana, dimana beras ketan ditanak sampai matang.
Kemudian penyajiannya ditambahkan bubuk kedelai, serundeng pedas, abon, keju, coklat, durian dan gula jawa untuk menambah rasa. Itulah menu makanan yang ditawarkan Wahyu kepada para pelanggan yang sekarang sudah menjangkau hampir semua kalangan.
Awalnya, usaha sampingan itu dilakukan karena desakan ekonomi. Gaji dari profesinya sebagai wartawan dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Terlebih waktu itu, tepatnya pertengahan tahun 2013 yang lalu, istrinya Rini Kusuma yang juga seorang presenter TV harus berhenti total dari aktivitas kerja karena sedang mengandung anak kedua.
Dari situlah kemudian terlintas dipikiran untuk menjalankan usaha sampingan. “Bermula saat istri hamil, perekonomian mulai goyah,” kata Wahyu.
Setelah berpikir, akhirnya diputuskan usaha sampingan yang dilakukan berjualan “Ketan Punel”. Ide awalnya, membuat gerobak untuk berjualan. Namun ide itu tak sampai teralisasi, dengan pertimbangan waktu. “Ide awalnya buat gerobak terus jualan di sekitar Jatim Expo. Tapi setelah dipikir-pikir tidak jadi, waktunya tidak ada. Kerja wartawan juga waktunya tidak tentu,” kisahnya.
Gagal merealisasikan ide awal, Wahyu bersama istrinya sempat bingung bagaimana caranya berjualan ketan di tengah kesibukannya sebagai jurnalis. Akhirnya dengan modal kepercayaan diri, Rini membeli ketan 1 kg dan langsung memasaknya.
Setelah matang, ketan dikemas dengan daun pisang menjadi 25 bungkus. Dari 25 bungkus itu ada yang rasa bubuk kedelai, serundeng pedas dan gula jawa. “Istri beli ketan 1 kg dan menjadi 25 bungkus. Terus saya disuruh bawa ke kantor, ternyata laku semua. Satu bungkus itu keuntungannya antara Rp 500,-Rp 1.000,-” ungkapnya.
Mendapati barang dagangannya banyak diminati, keesokan harinya Rini kembali membuat dan Wahyu bertugas menjualnya. Kali ini tak lagi ke sesama teman kantor, tapi “Ketan Punel” coba dititipkan di warung. “Waktu itu dititipkan di Kantin Polda (Jatim) dan Kantin Graha Pena,” ujarnya.
Sama dengan hari sebelumnya, “Ketan Punel” yang dititipkan ke warung pun juga ludes terjual. Wahyu dan Rini semakin semangat untuk terus menjalankan usaha sampingannya berjualan “Ketan Punel”.
Disaat mereka sedang semangat, justru ujian mulai datang. “Ketan Punel” yang dititipkan ke warung-warung banyak yang kembali alias tidak terjual. Kondisi itu berlangsung hingga beberapa minggu. “Sempat down, semangat sempat menurun,” papar pria yang tinggal di kawasan Wage Sidoarjo ini.
Namun disaat kondisi sepi pembeli, Wahyu bersama istrinya tak menyerah begitu saja. Mereka terus berpikir bagaimana cara menjual barang dagangannya di tengah keterbasan waktu.
Sampai akhirnya mereka iseng-iseng menawarkan kepada sejumlah orang yang dikenalnya waktu menjadi jurnalis. Seperti polisi, politisi, pelaku olahraga, pejabat, olahragawan, pelatih tim sepakbola, pns, anggota dewan, pegawai kantoran, guru, pengusaha, pengamat politik, praktisi hukum, pengacara, istri dubes dan lainnya.
Itupun tidak dilakukan secara langsung. Melainkan lewat broadcast BBM dan media sosial. Ternyata keisengan itu mendapat banyak respon. Satu per satu pesanan terus berdatangan. “Pekan pertama (usai broadcast BBM dan lewat media sosial) banyak yang pesan. Sempat bingung,” ujarnya.
Seakan tak ingin menyia-nyiakan momen yang ada, Wahyu pun melayani semua pesanan dan langsung mengantarnya sampai tujuan. “Dulu pesan 5 bungkus saya layani dan diantar. Setelah ada kenaikan BBM, saya batasi pesanan minimal 20 bungkus, tapi harganya tetap,” cetusnya.
Kini, Wahyu tak bingung lagi menjual “Ketan Punel”. Selain menerima order, dia kini sudah punya tempat ‘mangkal’ yakni di Kedai Ketan Punel di Raya Darmo 116, tepatnya di seberang Taman Bungkul. “Alhamdulillah, sekarang dalam satu minggu bisa habis 25 kg ketan. Setiap hari kedai saya buka mulai pukul 17.00-22.00. Kalau minggu car free day juga buka,” tutur pria 39 tahun ini.
Kerap kali bapak dua anak ini mengantarkan pesanan “Ketan Punel” kepada sejumlah pelanggannya, di sela kesibukannya mencari berita. “Pagi sebelum berangkat kerja (mencari berita), mengantarkan dulu pesanan. Kadang siang, sore, kadang juga malam,” kata Wahyu.
Siapa saja pelanggannya? Wahyu mengungkapkan, pelanggannya hampir menjangkau semua kalangan. Seperti ibu rumah tangga, Pegawai Negeri Sipil (PNS), polisi, politisi, eksekutif muda, anggota legeslatif, pengusaha, mantan pelatih timnas dan pejabat lainnya.
Bahkan, Wahyu pernah juga mendapat pesanan dari Firda Djoko Susilo, istri dari Duta Besar (Dubes) RI untuk Swiss Djoko Susilo. “Kalau tidak salah (Firda Djoko Susilo) sudah pesan dua kali. Banyak juga pelanggan pertama yang pesan lagi, ini artinya mereka tidak kecewa. Gus Ipul Wagub Jatim dan Pangkostrad juga sudah pernah merasakan ketan punel saya,” ungkapnya.
Biasanya, para pelanggan memesan “Ketan Punel” untuk makanan ringan atau camilan semacam snack diberbagai acara. Seperti arisan, ultah, pengajian, sarasehan, fun bike dan acara-acara resmi lain yang digelar sebuah instansi. “Beberapa waktu yang lalu, ada institusi kepolisian yang setiap minggu selalu pesan ketan untuk menu selingan sarapan para tahanan. Mantan Kapolda Irjen Unggung juga sudah pernah mengincipi ketan punel. Kalau Pak Menpora Roy Suryo senang yang rasa rainbow. Beberapa waktu lalu Yuddi Crisnandi MenPan juga sudah mengincipi ketan,” ucapnya.
Seiring dengan bertambahnya waktu, Wahyu terus mengembangkan varian “Ketan Punel”. Lantas siapa saja yang sudah mampir ke kedai ketan punel? Wahyu menuturkan beberapa pejabat teras di Surabaya sudah mampir.
Mereka antara lain Kombes Setija Junianta Kapolrestabes Surabaya beserta keluarga, Whisnu Sakti Buana Wakil Walikota Surabaya, Irvan Widyanto Kasatpol PP Surabaya bersama keluarga. M Fikser Kabag Humas Pemkot Surabaya, Fenny Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Sidoarjo.
Tidak ketinggalan para legeslator DPRD Surabaya. Seperti Darmawan Wakil Ketua DPRD, Ketua Komisi A, Herlina Harsono dan keluarga, Ketua Komisi C, Syaifiddun Zuhri.
“Waktu itu rombongan komisi C usai sidak mampir ke kedai, dipimpin Pak Syaifuddin Zuhri. Ada juga Ning Habibah yang datang sendiri untuk ambil pesanan ketannya,” jelasnya.
Nama-nama lainnya seperti pengamat politik Suko Widodo, para petinju mantan juara internasional Dobrak Arter dan Robert Kopa juga sudah makan ketan rasa abon. Tidak ketinggalan rombongan. pramugari Calstar yang hendak ‘terbang’ menyempatkan diri mbungkus ketan.
Beberapa waktu yang lalu, ada juga rombongan karyawan Garden Palace Hotel yang menggelar ‘pertemuan’ di kedai. Selain itu ada juga alumni SMA 3 Madiun tahun 1985 yang menggelar reuni di kedai. Dengan konsep Jawa dan tradisional, kedai ketan punel menyajikan suasana ndeso. Dengan kursi lincak dari bambu, musik-musik langgam jawa dan klenengan, piring dari seng, cangkir gelas yang juga dari seng membikin serasa di desa.
Selain itu si penjual, yang notabene istri Wahyu, dalam menyajikan ketan selalu mengenakan pakaian kebaya dan jarit sehingga kesan tradisional tidak terlupakan. [TAS]