Surat bertanggal 21 November 2017 itu sedikit berbeda dengan surat sejenis yang disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono, di kantor DPP Partai Golkar, Senin (20/10/2017) kemarin.
Dalam surat itu, Novanto memang menunjuk Idrus sebagai Plt. Ketua Umum. Namun, yang dia tunjuk sebagai Plt. Sekretaris Jenderal adalah Agus Gumiwang, Lamhot Sinaga, dan Sarmuji.
Selanjutnya, dalam surat kedua, Novanto meminta agar pimpinan DPR tidak mencopot dirinya sebagai Ketua DPR lewat Rapat Pleno dan Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam surat itu, Novanto minta diberi kesempatan untuk membuktikan diri tidak terlibat dalam kasus proyek KTP-elektronik yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Bersama ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik oleh KPK. Saya mohon pimpinan DPR RI lainnya dapat memberi kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya, dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno, sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR RI maupun selaku anggota dewan. Demikian permohonan disampaikan,” demikian bunyi surat itu.
Politikus Golkar Indra J. Piliang memastikan dua lembar surat itu, autentik ditulis dan ditandatangani Setya Novanto. “Asli,” katanya.
John Kenedy Azis, politikus senior Golkar yang juga anggota Komisi IX DPR RI, membenarkan keabsahan surat itu. “Sepengetahuan saya, itu tulisan dan tanda tangan Setya Novanto,” ujarnya. [EVI]