Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk mengembangkan pola pendistribusian gas alam di BP Tangguh Teluk Bintuni, Papua.
Amien Sunaryadi Kepala SKK Migas mengatakan selama ini gas itu sudah tersedia, hanya produksi gas di Papua dikonsumsi untuk eskpor lantaran infrastruktur pendistribusian gas menuju kota atau kabupaten di Papua belum tersedia.
“Menteri ESDM sudah menetapkan gas di Teluk Bintuni ini produksinya 20 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) mestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan Papua, tetapi masalahnya bagaimana membawa gas itu ke masyarakat di sana,” katanya sesudah acara MoU SKK Migas dan ITS, Kamis (04/02/2016).
Dia menjelaskan pendistribusian gas dari Teluk Bintuni itu tidak memungkinkan untuk menggunakan saluran pipa karena jaraknya yang jauh dan melewati pegunungan.
“Teknik apa yang akan digunakan pendistribusian gas ini kami diskusikan dengan ITS dan untuk Papua, alternatif pertama menggunakan kapal mini Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair,” katanya.
Adapun kapal mini LNG itu akan mengangkut gas alam cair dari BP Tangguh Teluk Bintuni menuju Sorong, Manokwari, Jayapura dan Biak untuk didistribusikan di storage, kemudian jalur kapal lainnya dari Teluk Bintuni menuju Fakfak, Timika sampai Merauke.
“Nah dermaga ini harus ada dulu sesudah itu ada storage lalu disambungkan ke pipa untuk masuk ke pembangkit listrik,” ujarnya.
Dia menambahkan, pembangunan dermaga, jalan, storage dan pipa serta pembangkit itu harus dibangun dengan APBN dan APBD. Kalau seluruh dana diintegrasikan, beban konsumen tidak tinggi alias hanya membayar beban listrik yang murah.
Sementara Joni Hermana Rektor ITS menjelaskan dalam kerja sama tersebut ITS bertugas untuk mengkaji secara akademis dan teknis.
Untuk kajian akademis misalnya, dalam pengembangan LNG di Papua dibutuhkan campur tangan pemerintah pusat dan daerah terutama dalam penyediaan infrastruktur seperti dermaga penerima LNG ketika distribusi gas cair menggunakan kapal.
Di sisi lain Ketut Budi Artana Wakil Rektor IV ITS, menjelaskan saat ini ITS bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk mengkaji pola distribusi LNG di bagian timur Indonesia. Kajian itu, katanya, bisa direalisasikan di Papua.
“Pola distribusinya sederhana tetapi komitmen infrastruktur harus dilakukan segera,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Oktovianus Mayor Bupati Fakfak Papua menambahkan, selama ini Papua terkendala masalah listrik dan kebutuhan gas sehingga sangat menghambat investasi yang masuk.
“Investasi kami di sana terkendala listrik. Ada yang mau bangun mal tapi karena tidak ada listrik, mereka tidak jadi investasi. Untuk itu saya setuju dengan kerja sama ITS dan SKK Migas ini agar Papua tidak lagi gelap,” katanya.
Tentang pembangunan infrastruktur guna menunjang pendistribusian gas, Oktovianus mengatakan kalau APBD Fafak masih sangat kecil yakni Rp 2 triliun sehingga untuk membangun ekonomi kerakyatan sangat terbatas. [TAS]