PT Suparma Tbk mengumumkan aksi perseroan untuk melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dalam rangka restrukturisasi pinjaman atau utang.
Hendro Luhur Direktur PT Suparma Tbk mengatakan, penambahan modal tanpa HMETD itu dilakukan karena perseroan tidak mampu membayar kewajiban utangnya kepada kreditur sindikasi dan Channel Securities Pte. Ltd., Singapura yang jatuh tempo pada akhir Desember 2016.
“Dengan mempertimbangkan adanya tunggakan pembayaran bunga selama tiga periode terhadap pinjaman sindikasi dan Channel Securities serta penelaahan terhadap rencana usaha, (para kreditur) menyepakati dan menyetujui untuk mengkonversi utang pokok menjadi saham atau debt to equity swap,” kata Hendro Luhur dalam paparan publik sesudah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Suparma Tbk di Surabaya, Kamis (24/11/2016).
Dalam kesepakatan yang terjadi, perseroan akhirnya merestrukturisasi utang senilai Rp 249 miliar atau dikonversi saham sebanyak 622,52 juta saham perseroan. Perinciannya, utang kreditur sindikasi yang akan dikonversi menjadi saham, senilai Rp 180,15 miliar menjadi 450,37 juta saham, dan utang Channel Securities senilai Rp 68,86 miliar akan dikonversi menjadi 172,15 juta saham.
“Sebanyak 20% sisanya akan dilunasi perseroan dengan cara 10% dilunasi selambat-lambatnya akhir 2016 dan 10% harus dilunasi maksimal 30 September 2017,” lanjut Hendro.
Adapun harga saham yang dikonversi disepakati sebesar Rp 400 per saham. “Dengan adanya konversi utang ini, struktur kepemilikan saham perseroan berubah, dimana pemegang saham lama akan terdilusi sebesar 29,44% atas kepemilikan sahamnya. Namun tidak memengaruhi jumlah saham dan nilainya,” jelasnya.
Dengan langkah itu, Hendro yakin perseroan tidak lagi dibebani utang yang memang sudah berjalan mulai tahun 1997 lalu dan akan lebih fokus kepada kinerja perseroan. [FAR]