Modus pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan perusahaan bukan hanya land clearing atau penyiapan lahan tapi juga mengklaim asuransi.
“Ini modus baru,” ujar Anton P Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Selasa (06/10/2015).
Di beberapa perusahaan, katanya, kebakaran lahan ada kaitan dengan kepentingan asuransi.
“Ini sedang kita dalami. Kita melihat ada kesengajaan. Ketika kebun dibuka dalam hitungan ekonomi tak produktif, maka dihanguskan agar mendapatkan asuransi, uang membuka kebun baru di wilayah lain,” paparnya.
Anton belum bersedia menyebut nama-nama perusahaan, tapi dia memastikan ada grup-grup besar terlibat.
“Di Kalbar kita menyiapkan gugatan kepada penyelenggara negara melalui citizen law suit. Kita menuntut tanggung jawab negara yang belum memenuhi hak-hak masyarakat. Ada tujuh posko pendaftaran gugatan di Pontianak. Harapannya ini mendapatkan dukungan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara Hadi Jatmiko Direktur Eksekutif Walhi Sumsel mengatakan, titik api banyak di lahan gambut hingga muncul asap tebal dua bulan belakangan.
Di Sumsel, ada 3.679 titik api dengan sebaran perkebunan 830 dan HTI 2.509.
“Hampir seluruhnya di konsesi. Negara harus memastikan tanggungjawab penuh dari perusahaan dan berani menuntut,” katanya.
Bahkan, ada satu HTI terbakar minggu lalu, waktu masyarakat berduyun-duyun mengambil air dan memadamkan dihadang kepolisian. Polisi menanyakan SIM dan STNK. Padahal itu di tengah hutan. Masyarakat tidak melihat kepolisan menghadang untuk memadamkan api.
“Masyarakat memadamkan karena takut kebun terbakar. Karena ada kebun karet masyarakat 30 hektar terbakar,” jelasnya. [DON]