Walikota Surabaya ke depan harus punya visi dan misi jelas, khususnya untuk peningkatan ekonomi kerakyatan dan kepemudaan.
Ini ditegaskan M.H. Sholeh Ketua Jaringan Pemuda Surabaya (JAPAS), di sela-sela persiapan Deklarasi Pemuda Peduli Korban COVID-19, Sabtu (08/08/2020).
Menurut Sholeh, Surabaya sekarang ini sudah kehilangan roh pemerintahannya, khususnya di bidang perekonomian.
Walikota Surabaya sekarang sangat pro kapitalis dan justru tidak punya kepedulian pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan. “Surabaya arah pembangunan ekonominya sekarang ini lebih memilih diatur pengusaha dan penguasa dibanding memikirkan kondisi rakyat, khususnya dari kalangan menengah ke bawah yang berekonomi tidak hanya pas-pasan tapi sangat kekurangan,” jelasnya.
Ditanya soal bukti pendapatnya, Sholeh dengan mudah memberikan banyak contoh, satu diantaranya kasus pembangunan lahan parkir sebuah rumah sakit di Kawasan Jalan Raya Gubeng yang mengakibatkan longsornya Jalan Raya Gubeng yang dari Zaman Belanda, baru di era Tri Rismaharini jadi Walikota bisa longsor dan runtuh. “Satu diantara kehebatan Risma dalam membangun Surabaya dan membuktikan sangat pro kapitalis dibuktikan dengan longsornya Jalan Raya Gubeng. Kalau Risma paham soal perizinan dan pengawasan juga pembangunan, pasti kasus yang sangat memilukan itu tidak pernah terjadi di Surabaya,” ujar Sholeh.
Selain itu, gerakan ekonomi kerakyatan yang dilakukan Pemkot Surabaya di era Tri Rismaharini, juga sangat terlihat asal-asalan untuk menghabiskan APBD Surabaya tanpa arah dan tujuan yang jelas. “Dulu pernah ada gerakan pahlawan ekonomi, tapi sekarang ke mana para pahlawannya dan siapa pahlawannya juga gak jelas, ini khan kebohongan publik semata yang tujuannya hanya untuk meningkatkan popularitas Risma dan antek-anteknya,” tegas Sholeh.
Dengan kondisi dan kejadian yang sangat memprihatinkan di Pemerintahan Kota Surabaya selama dipimpin Tri Rismaharini, Jaringan Pemuda Surabaya (JAPAS) berharap, Surabaya ke depan akan dipimpin orang yang bisa peduli dan perhatian pada persoalan ekonomi kerakyatan juga di bidang kepemudaan yang selama di pimpin Risma, dinilai mati dan hanya dikuasai Risma dan kelompoknya.
Soal siapa sosok yang layak dan memimpin Surabaya ke depan, jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau Pemilihan Walikota (Pilwali) Surabaya, Sholeh mengatakan, yang pasti sosok itu harus dari kalangan muda, bisa dari partai pemenang pemilu atau tokoh partai yang sudah berpengalaman. Ada beberapa nama calon walikota Surabaya yang sudah muncul ke permukaan, tapi menurut Sholeh yang juga mantan aktivis mahasiswa, nama-nama itu belum terlalu cocok untuk memimpin Surabaya ke depan, agar lebih baik.
Sementara waktu ditanya kriteria calon walikota Surabaya, Sholeh justru langsung memberikan nama yang dinilai pas dan layak memimpin Surabaya ke depan, satu diantaranya Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri yang akrab disapa Mbak Puti yang merupakan cucu Soekarno Proklamator Bangsa Indonesia.
Ada beberapa alasan kenapa Mbak Puti layak memimpin Surabaya, Sholeh menjelaskan beberapa hal, diantaranya selain trah politik dan ideologinya jelas, Mbak Puti bukan orang baru untuk warga Surabaya.
“Di dalam Pileg 2019 lalu, Mbak Puti dapat suara terbanyak untuk duduk di DPR-RI memwakili warga Surabaya. Jadi sudah sangat wajar, kalau Mbak Puti bisa mengabdi dan berbakti untuk Surabaya,” papar Sholeh.
Ditanya tentang pendamping yang pas untuk Mbak Puti, jika rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan turun dalam waktu dekat, Sholeh berharap pasangannya bisa dari kalangan birokrat yang berpengalaman dan senior di Surabaya.
“Kalau pasanganya bisa diambil dari birokrat sebagai penyeimbang dalam mengelolah pemerintahan di Surabaya ke depan. Ada satu nama yaitu Dwi Purnomo atau Pak D Mantan Kadisnaker Surabaya yang dilengserkan Risma, karena perkara tidak jelas. Menurut saya, Pak D sebagai birokrat yang berpengalaman karena pernah jadi Camat Sawahan dan Bulak juga Kadisnaker, maka sudah layak jadi pendamping Mbak Puti, karena Pak D punya kedekatan dengan kawan-kawan buruh dan pekerja juga bisa membangun ekonomi kerakyatan di Surabaya dengan gaya Suroboyoan,” pungkas M.H. Sholeh Ketua Jaringan Pemuda Surabaya (JAPAS). [CHA]